Angelly

Negara Indonesia memiliki slogan Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu, penyelenggaraan Miss World  yang memposisikan perempuan dinilai dan dihargai berdasarkan citra fisik mereka telah mengkhianati prinsip kebhinekaan yang merupakan kearifan budaya bangsa. Keanekaragaman etnis dan entitas budayanya adalah sesuatu yang tidak mungkin dipertentangkan dan diadu. Sementara ajang Miss World telah menyebabkan kesenjangan dalam menjaga keutuhan pemahaman terhadap keragaman khasanah budaya bangsa.

Apalagi kalau kita melihat dari nilai-nilai agama, tentu kalau kita merujuk pada referensi kitab suci yang menjadi pedoman agama akan kita dapatkan bahwa ajang Miss World adalah suatu yang tidak bisa dibenarkan karena akan bertentangan dengan hakikatnya sebagai makhluk yang diciptakan sempurna. Secara khusus penulis mengambil contoh dalam agama Islam. 

Dalam Islam tidak boleh seorang perempuan direndahkan dengan menjadikannya alat promosi dengan menampilkan keindahan fisiknya untuk mempengaruhi penilaian pasar. Tidak juga dibenarkan seorang perempuan menjadi pusat perhatian khalayak publik yang tidak berhak memandangnya. Hal itu akan merendahkan martabat perempuan. Itulah sebabnya Islam sangat menjaga martabat perempuan dari penilaian-penilaian subjektif terhadap pencipataan fisik yang sejatinya unik dengan keistimewaan masing-masing. 

Belum lagi pelecehan yang dilarang di dalam Islam ketika perempuan dikondisikan membuka auratnya, dipertontonkan dan dinilai adalah hal yang sangat memalukan. Islam mengajarkan perempuan untuk menutupi dan menjaga auratnya. Maka penampilan Miss Word akan menimbulkan kesenjangan dalam upanya penanaman nilai-nilai agama yang ditanamkan ke generasi muda. Permisifnya masyarakat terhadap pengaruh buruk suatu budaya akan berdampak pada pembentukan paradigma baru generasi muda yang lebih permisif.

Penyelenggaraan ajang Miss Word meninjau pelaksanaan yang sudah pernah dilakukan tidak lepas dari sesi-sesi yang sarat pornografi dan pornoaksi. Hal ini tentu akan melanggar aturan yang berlaku di negara kita sebagaimana di atur oleh UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Sebagaimana pasal 4 dalam UU Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi tersebut adalah dilarang mempublikasikan segala sesuatu yang menampilkan ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. 

Melihat aspek norma kesopanan dan budaya timur yang dianut oleh Indonesia adalah tidak pantas menampilkan ketelanjangan yang dikemas dalam acara kompetisi seperti yang dikemukakan di atas. Sesi penilaian menggunakan bikini misalnya sebagaimana dilakukan pada kompetisi ini di penyelenggaraan yang telah lalu, adalah bertentangan dengan norma yang berlaku di negeri ini. 

Dan yang perlu dicermati pula adalah efek jangka panjang yang akan melanda bangsa ini. Generasi muda yang menyerap pengaruh budaya yang masuk akan menjadi sasaran terutama kaum hawa. Perempuan diajak menuhankan kecantikan dan dibuat frustasi untuk tanpil cantik secara artifisial disebabkan informasi yang keliru yang telah dikampanyekan oleh kegiatan ini. Dilihat dari sisi manfaat dan kualitas perempuan, ternyata secara signifikan tidak berarti apa-apa.

 Kegiatan ini secara politis sendiri tidak mampu menampilkan sosok perempuan yang mumpuni terjun mengatasi persoalan bangsa dan kemanusiaan.  Lagi-lagi perempuan hanya dipasang sebagai pemanis, atau pada umumnya lebih banyak dari mantan peserta kontes kecantikan serupa itu menjadi penghias layar kaca sebagai bagian dari entertainment menjadi selebritas.

Dari uraian di atas dapatlah
saya menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pemilihan Miss World tidak layak diselenggarakan dan diikuti. Apalagi menjadikan rumah kita “Indonesia” sebagai tuan rumah penyelenggaraan Miss World, sama saja merendahkan martabat bangsa. Kita sebagai bagian dari Indonesia berhak menolak sesuatu yang bertentangan dan berpotensi merusak nilai-nilai karifan budaya bangsa. 

0 Responses

Posting Komentar